Senin, 02 Mei 2011

Batubulan

Batubulan terletak kurang lebih 10 km dari kota Denpasar dan 17 km dari kota Gianyar. Desa Batubulan yang berbatasan dengan desa Celuk dan Singapadu mempunyai persamaan dalam hal kesenian, yaitu: seni tari, patung dan aneka ragam tabuh yang memikat hati. Dalam hal pendidikan, Batubulan tidak mau kalah dengan Denpasar. Di sini terdapat 2 sekolah bergengsi : SESRI (Sekolah Seni Rupa Indonesia ) dan SMKI (Sekolah Menengah Kerawitan Indonesia) yang akan memikat wisatawan dengan suguhan tarian dan tabuh yang artistik.

Berdasarkan ciri khas bentuk patungnya, Batubulan mempunyai bentuk tersendiri dan agak ekstrem dibandingakan dengan yang lainnya. Hal ini terlihat jelas pada ukiran-ukiran yang terpahat pada bangunan suci, rumah, kantor, jembatan, hotel, restoran dan lain-lainnya yang nggak kamu temuin di tempat lain.
Kalo kamu ingin suasana cool, kamu mesti nyempetin cuci mata e’ ngeliat artshop yang bertebaran sepanjang jalan. Kamu dapat ngliat para pematung yang lagi asyik nuangin idenya untuk membuat suatu mahakarya yang individualis, seperti: patung dewa, tokoh-tokoh pewayangan, patung Sang Budha, bahkan raksasa dan sejenisnya ( contohnya 2 setan sejoli Asnawa-Kompiang ).

Bahan yang digunakan kebanyakan adalah batu “Paras”, hasil dari letusan gunung berapi dan menjadi endapan. Paras berwarna abu-abu dan mudah dibentuk. Patung-patung paras jarang diminati wisatawan, tapi kebanyakan dibeli oleh orang lokal untuk keperluan adat.

Hal ini juga menyebabkan daya beli masyarakat Bali lebih tinggi dibandingkan dengan wisatawan lainnya. Selain sebagai pajangan, ternyata ada hal lainnya yang tak kalah pentingnya, yaitu sebagai sarana religius masyarakat Hindu di Bali. Suasana Hindu sangat kental di sini, jadi kamu jangan heran ngliat kalo ukiran Paras dapat kita temui di kantor-kantor swasta maupun pemerintahan.

Jika kamu kebetulan jalan-jalan di Batubulan, singgah dulu di tokonya Made Sura dan Made Leceg yang letaknya di jalan utama yang nggak ngebingungin kamu. Toko mereka lumayan lengkap dan menjual cinderamata dalam kapasitas besar, seperti: furniture artistik dari bambu, barang antik, dan beraneka ragam ukiran yang asyik gila.

Kehebatan para pematung lokal dapat kita lihat pada areal Pura Puseh yang mana mereka memadukan unsur kebudayaan Hindu dengan unsur non Hindu. Kamu dapat ngliat patung gajah mammoth (kamu tau khan nggak ada mammoth di Bali) e’ patung Sang Bhuda dengan mimik khas orang Bali (kebayang nggak ya!).

Kamu juga dapat ngliat patung Raja Airlangga dari Jawa Timur yang memadukan unsur-unsur Jawa dan Bali. Gerbang Pura lebih condong kepada ciri khas India Selatan. Walaupun demikian, bukan berarti seniman di sini plagiator yang seenaknya menjiplak hasil karya orang lain. Mereka menemukan sesuatu yang baru dari beberapa buku yang dipinjam dari Balai Arkeologi.

Pura ini dijunjung oleh masyarakat setempat sebagai wujud penghormatan kepada Tuhan/Ida Sanghyang Widi yang memelihara dan menjaga kelangsungan hidup mereka. Di dalam areal Pura, disimpan topeng Barong yang dikeramatkan. Masyarakat di sana percaya dan sering mendengar adanya suara-suara dan gerakan tari dari dalam tempat penyimpanan Barong tersebut, walaupun nggak ada orang yang menarikannya.

Sejak tahun 1936, tari-tarian terus dipentaskan di desa ini. Tetapi sejak meletusnya perang kemerdekaan, tidak ada pentas tari. Saat sekarang ini tari-tarian masih sering dipentaskan, kecuali pada saat Hari Raya Nyepi. “Denjalan Barong”, tarian asli desa ini diciptakan tahun 1970 dan dipentaskan tiap pagi untuk mengiringi drama tari Barong. Pada era80-an terbentuklah grup kesenian terkenal, yaitu: Puri Agung dan Tegaltamu.

Khusus untuk konsumsi turis dan kamu-kamu, tontonan akan lebih dipersingkat dan konsumtif. Jadi kamu-kamu nggak perlu mikir pakem cerita yang rumit. Hal ini semacam rekreasi dalam formasi yang sederhana dan mudah dimengerti. Ini nggak berarti ngebosanin kamu, sebab selama pertunjukan akan diselingi dengan humor-humor yang surprise banget.

Selain tokoh-tokoh utama; ada juga tokoh-tokoh jenaka, kera yang bandel tapi imut, raksasa dan seni pantomin khas Batubulan. Perlu diketahui juga, Batubulan merupakan tempat asal tarian Kecak Bojog (bojog = kera) yang diciptakan tahun 1928 oleh pelukis Walter Spies yang ditujukan kepada sutradara film asal Jerman, Baron von Plessen, yang memproduksi film pertama tentang Bali’The Isle of Demon’ pada tahun 1931. Dalam film tersebut diceritakan ketika mereka berdua menonton tarian Sanghyang Dedari, tiba-tiba salah satu penari meloncat ke atas panggung dan menarikan tari Baris.

Hal inilah yang membangkitkan ide Spies, bahwa ada kombinasi antara tarian sakral yang mana penarinya kerasukan roh dan menarikan tari Baris yang merupakan tarian perang. Kemudian ia memasukkan unsur gamelan asli tarian itu dalam film. Tetapi di kemudian hari ia sangat kecewa, karena unsur-unsur tersebut tidak dimasukkan dalam film ini.

Saat sekarang ini kamu sudah dapat ngliat empat tarian sekaligus setiap hari dan duduk di kursi bambu sambil menikmati indahnya pemandangan sawah yang membentang luas. Setiap malam minggu, kamu dapat nonton tari Kecak dan tari Sanghyang pada panggung yang terpisah. Tarian ini terkenal dan disertai dengan tari Kuda Kepang yang berjalan di atas bara, serta ditemani oleh dua orang penari Sanghyang Dedari yang imut dan manis.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger