Senin, 02 Mei 2011

Desa Celuk sumbernya pengerajin perak dan perak

Citra yang paling menonjol tentang desa Celuk adalah sebuah desa obyek wisata kerajinan emas perak. Desa yang terletak di Kecamatan Sukawati, dengan lokasi desa yang sangat strategis sekitar 10 km ke arah timur laut dari Denpasar, desa Celuk berada dalam jaringandesa-desa pengerajin yaitu desa Batubulan, desa Batuan, desa Mas.


Salah satu pengerajin lokal yang membuat aksesories cincin dari perak


Hasil kerajinan emas dan perak yanag dihasilkan di desa Celuk memiliki kualitas yang bermutu tinggi serta mampu memproduksi dalam kuantitas yang besar. Hampir semua keluarga dan penduduk desa Celuk terampil dan seni dalam mengembangkan kreasi desain dan variasi terkait dengan kerajinan emas dan perak dimana hasil produksinya telah memasuki pasar lokal, nasional dan international. Beragam jenis kreasi dan variasi perhiasan, baik sebagai cendramata maupun komoditi ekspor diproduksi di desa ini seperti cincin, gelang, kalung, anting-anting, giwang, bross dan berbagai jenis perhiasan lainnya.

Sebagai desa obyek wisata, Celuk dapat dikunjungi setiap hari untuk melihat dari dekat para seniman yang sedang berkreasi membuat perhiasan emas dan perak yang bermutu tinggi. Di sini kita juga bisa membeli langsung perhiasan-perhiasan di etalase yang dipajang langsung di workshop para seniman

Kerajinan perak itu dipajang di rak-rak kaca tembus pandang. Di beberapa art shop, rak kaca itu sengaja dipamerkan sehingga, meskipun hanya lewat, turis dapat melihat barang-barang kerajinan dari perak tersebut. Maka, tidak sedikit turis yang kemudian singgah. Hanya melihat-lihat atau bahkan membeli banyak kerajinan perak itu.

Masuk di art shop Mutiara, misalnya, kita akan mendapatkan sekitar 30 rak berjejer di dalam ruang sekitar10x10 meter persegi. Jenis kerajinan perak yang ada di Mutiara mulai dari perhiasan, peralatan makan, maupun hiasan dinding atau sekadar pajangan. Perhiasan itu antara lain anting, cincin, gelang, kalung, liontin, dan bros. Peralatan makan beberapa diantaranya adalah sendok, garpu, piring, bokor (yang kadang-kadang dipakai untuk tempat banten ketika sembahyang), cangkir, gelas, dan semacamnya. Sedangkan pajangan dinding misalnya keris, miniatur perahu, kipas, dan masih banyak benda di art shop ini.

Kalau Anda tertarik, tidak usah canggung untuk masuk dan melihat-lihat barang. Sebab dengan senang hati, penjaga art shop akan mempersilakan kita masuk dan melihat-lihat kerajinan yang mereka pajang. Penjaga art shop itu biasanya berpakaian adat ringan, namun ada juga yang berpakaian baju masing-masing art shop. Di Mutiara, misalnya ada delapan karyawan di art shop yang berdiri sejak 1985 tersebut.

Salah seorang dari karyawan itu akan menemani kita melihat-lihat setiap rak yang dipajang. Bentuk dan penyusunan rak serta isinya hampir seluruhnya seragam di setiap art shop. Di art shop Dewi’s misalnya penyusunannya tidak jauh berbeda dengan yang di art shop Mutiara. Demikian halnya art shop lain yang ada di Celuk. Rak-rak itu dipajang membentuk huruf U mengikuti bentuk ruangan. Pajangannya berlapis-lapis. Maksudnya, dari yang paling luar kemudian ada rak lagi di bagian lebih dalam. Antara lapis satu dengan lapis lain ada jarak sekitar 0,5 meter yang memungkinkan pengunjung untuk bergerak leluasa.

Selain itu juga ada rak yang letaknya persis dekat dinding. Umumnya rak yang menempel ini untuk kerajinan yang berfungsi sebagai pajangan misalnya kipas dan keris itu tadi. Di antara rak-rak yang dekat dinding ruangan ini juga ada beberapa lemari untuk tempat kerajinan seperti cincin dan liontin. Setiap rak menggunakan kaca bening sebagai dinding. Sehingga pengunjung yang datang bisa melihat kerajinan itu dari sisi depan, belakang, maupun kanan kiri. Atau kalau kita ingin melihat lebih detail, karyawan yang menemani akan mengambilnya untuk kita. Kita bisa bertanya kalau ada hal yang kurang jelas. Di setiap kerajinan itu selalu terdapat harga yang ditulis di kertas yang menempel pada benda tersebut. Biasanya harga dalam dolar. Tapi untuk turis lokal, harganya tentu saja dalam rupiah.

Barang-barang kerajinan disusun berdasarkan kategori apakah itu perhiasan, perlengkapan makan, atau pajangan. Di dalam rak perhiasan, cincin akan dipajang bersama atau berdampingan dengan anting, bros, gelang, liontin, cemiti, rantai, dan semacamnya. Gelas akan dipajang dekat dengan teko, piring, tatanan meja, sendok, dan garpu. Sedangkan kipas, miniatur sepda motor, rumah gadang, kunci raksasa, becak, dan pajangan lain akan bersebelahan.


Wisatawan asing yang tampak sangat attractive untuk menyimak penjelasan dari pengerajin perak bagaimana cara membuat kerajinan dari perak

Kalau selesai melihat-lihat rasanya kurang afdhol kalau kita tidak beli kerajinan tersebut sekalian. Harga kerajinan itu bergantung jenisnya. Benda paling murah adalah liontin seharga sekitar Rp 35.000. Sedangkan paling mahal bisa sekitar Rp 12 juta yaitu miniatur kapal layar. Sehari-hari, kerajinan paling laris adalah perhiasan yang rata-rata harganya tidak sampai Rp 1 juta seperti liontin dan cincin. Harga tiap jenis perhiasan juga tergantung modelnya. Setiap perhiasan paling tidak punya 40 model. Jadi, meskipun sama-sama anting, bentuknya ada yang kecil ada juga yang memanjang atau melingkar. Harga setiap jenis berbeda.

Di Mutiara, sebagai contoh, harga beberapa barangnya adalah cincin $ 90, miniatur becak $ 111, liontin $ 97, kalung $ 142, liontin kupu-kupu $ 20. Sekali lagi, kalau untuk pengunjung lokal, harga tidak dalam dolar Amerika tapi dalam rupiah. Wisatawan luar negeri pun bisa membeli dengan rupiah. “Penggunaan dolar hanya untuk memberikan harga yang mudah kepada turis. Pembayaran tidak harus dalam bentuk dolar,” kata Wayan Arnawa, pemilik Mutiara. Harga di kertas itu bisa berbeda kalau kita menawar. Melalui tawar menawar, biasanya pembeli bisa mendapatkan barang dengan harga separuh dari harga di kertas.

Menariknya, kalau Anda belanja kerajinan perak di tempat ini, Anda juga bisa melihat-lihat proses pembuatan kerajinan tersebut. Secara umum ada dua proses pembuatan yaitu secara tradisional dan secara modern. Tapi ada juga yang menggabungkan keduanya. Semua proses itu dilakukan sebagian maupun seluruhnya di toko yang menjual kerajinan.

Celuk mulai dikenal sebagai daerah produksi kerajinan perak sejak sekitar tahun 1976. Menurut beberapa warga desa Celuk, awalnya hanya ada tiga perajin perak di desa tersebut yaitu Sandiyasa, Sura, dan Semadi. Mereka membuat kerajinan perak lalu memajangnya di depan rumah. Pada saat itu, booming pariwisata mulai terasa di Bali. Turis mancanegara pun berdatangan ke Bali. Salah satu tempat yang menjadi objek wisata tersebut, selain pantai Kuta adalah gunung Batur dan Kintamani.

Turis yang akan ke Kintamani dari Denpasar pasti akan lewat Celuk. Sebab ketika itu satu-satunya jalan yang menghubungkan Denpasar dan Kintamani memang harus lewat Celuk. Beberapa turis kemudian mampir ke Celuk untuk melihat kerajinan perak tersebut dan membelinya. Dari situlah informasi tentang Celuk sebagai produsen kerajinan perak mulai menyebar di kalangan pariwisata Bali. Seiring dengan kemajuan pariwisata Bali, Celuk pun semakin dikenal oleh turis yang berdatangan. Hingga akhirnya semakin banyak pula perajin perak di Celuk. Warga desa Celuk yang semula menjadikan pengrajin perak sebagai pekerjaan nomor dua alias sambilan pun kemudian beralih menjadikan pekerjaan utama. Awalnya pertanian adalah sumber pendapatan utama, namun saat ini hampir seluruh warga Celuk hidup dari kerajinan perak.

Untuk mendapatkan bahan baku kerajinan, para pengrajin mendapatkannya dari pemasok bahan perak di Denpasar yang mendapat pasokan perak dari Jawa atau Kalimantan. Sebab, Bali memang tidak punya pertambangan perak. Bahan baku perak ini ada yang berbentuk batangan, ada juga yang berbentuk bola-bola sangat kecil. Untuk membuat kerajinan, bahan baku perak kemudian dicampur dengan 7,5% tembaga. Jadi, kadar peraknya 92,5%. Hal ini dilakukan agar perak yang dibuat tidak terlalu lemas. “Kalau terlalu lemas akan cepat rusak,” kata Nyoman Surni, salah seorang pengrajin.

Pada pembuatan secara tradisional, untuk mencampur perak dan tembaga ini kedua bahan dipanaskan dengan api dari kompor yang menggunakan bahan bakar gas. Sistem kerjanya mirip dengan tukang las. Hanya saja agar api bisa keluar, pengrajin yang membuat harus menginjak kompor tersebut. Api pun keluar menyemprot ke arah bahan hingga luntur.

Setelah itu bahan dipotong berdasarkan keperluan. Misalnya untuk gelang, bahan itu dibentuk pipih dengan lebar 2-3 cm dan panjang sekitar 15 cm. Karena masih lentur, bahan itu kemudian dibentuk melingkar seperti layaknya gelang. Pada sisi potongan itu diberi dasar kawat yang dilekatkan dengan lem pada bentuk gelang itu tadi. Untuk menghaluskan sambungan kawat dengan perak, kedua bahan juga dipatri sehingga melekat permanen. Baru kemudian gelang tesebut diisi dekorasi atau hiasan batu mulia atau hiasan lainnya sebagai aksesori.

Bahan yang jadi itu kemudian diampelas dan dibersihkan dengan asam jawa kemudian direndam dengan garam dan air yang mendidih. Selesai dibersihkan dengan air mendidih, bahan disikat untuk kemudian dikeringkan sampai tidak ada air sama sekali pada gelang. Untuk membuat agar mengkilap, bahan dipoles dengan mesin pemoles. Dan, barang siap dijual.

Lamanya membuat barang kerajinan ini tergantung pada tingkat kerumitan pembuatannya. Misalnya cincin yang relatif kecil tentu saja berbeda dengan miniatur becak misalnya. Cincin yang sederhana desainnya lebih cepat proses pembuatannya daripada miniatur becak yang bisa sampai seminggu. Proses pembuatan kerajinan di Celuk biasanya sistem tahapan, tidak per barang. Misalnya membuat gelang, selama satu hari hanya membuat campuran dulu hingga bentuknya dulu. Besoknya baru diberi aksesoris hingga barang siap dijual.

Umumnya, untuk barang kerajinan sederhana semacam cincin, di tiap art shop terdapat beberapa pengrajinnya. Di art shop Mutaiara misalnya, ada tiga pengrajin untuk membuat kerajinan sederhana seperti cincin, gelang, dan anting. Sedangkan kerajinan yang rumit, biasanya ada tukang lain yang membuat. Selain mengandalkan pada pengrajinnya, menurut Wayan Arnawa, Mutiara juga membeli dari beberapa pengrajin di desa. “Namun saya jarang melakukan itu,” aku bapak dua anak tersebut. Model yang sama diterapkan di semua art shop. Selain ada pengrajin sendiri, mereka juga membeli dari pengrajin lokal.


Mengenai pemasaran, konsumen terbesar adalah turis yang berkunjung. Informasi tentang art shop di Celuk banyak disebarluaskan oleh para travel agen. “Kami memang bekerjasama dengan mereka,” kata Wayan Arnawa. Namun beberapa art shop yang sudah dikelola secara profesional, malah membuka cabang di tempat lain. Suarti Collection, misalnya, mempunya cabang juga di Amerika Serikat dan di Kuta. Dari sisi desain produk juga lebih beragam.

Produk kerajinan perak buatan Celuk ini juga beredar di beberapa pusat penjualan souvenir di Bali seperti Pasar Sukawati, Gianyar yang berjarak sekitar 3 km dari Celuk atau Pasar Kumbasari, Denpasar. Kerajinan perak ini juga dijual di beberapa kawasan wisata di Bali seperti Kuta, Sanur, Nusa Dua, Ubud, dan Kintamani. Selain harganya berbeda, secara psikologis tentu akan lebih puas kalau belanja kerajinan perak di tempat pembuatannya langsung, di Celuk. Tinggal Anda yang menentukan pilihan kerajinan perak macam apa yang Anda inginkan.


Pengerajin perempuan dengan telaten mengerjakan "finishing " dari kerajinan perak

Namun, ada beberapa hal yang bisa dijadikan acuan kalau berburu kerajinan perak di Celuk Sukawati. Pertama, sebaiknya Anda datang dengan guide atau paling tidak dengan teman yang bisa berbahasa Bali. Sebab dengan demikian, komunikasi antara kita dengan penjual akan lebih terbuka. Ini akan memudahkan pada proses penawaran. Kedua, tidak usah sungkan untuk melihat satu per satu barang yang dicari sebelum memutuskan membeli barang yang mana. Sebab, setiap produk minimal punya 40 model. Jadi, harus sabar mencari barang yang pas untuk dibeli. Ketiga, jangan terlalu cerewet apalagi kalau sampai tidak jadi membeli. Sebab, menurut beberapa penjual, mereka paling tidak suka dengan turis yang terlalu banyak omong tapi tidak jadi membeli barang. Keempat, kalau menawar, tawarlah harga hingga separuh dari harga yang diberikan oleh pedagang. Kalau beruntung, Anda bisa mendapatkan barang itu dengan separuh harga. Juga sebaiknya pakai rupiah saja bukan dolar biar lebih murah.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger